Powered By Blogger

Rabu, 24 April 2013

jawaban UTS EKOLGI HEWAN

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH  EKOLOGI HEWAN




Mata Kuliah
Ekologi Hewan
Dosen Pembina
HUSAMAH, S.Pd.
Program Studi
Pendidikan Biologi
Nama Mahasiswa dan NIM/Kelas
Yuliana Putri Susanti
201110070311022 / Biologi 4A







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
APRIL 2013


SOAL
1.        Konsep waktu-suhu yang berlaku pada hewan  poikilotermik sangat berguna aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010.

2.        Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!

3.        Jelaskan aplikasi konsep interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian biologis. Berikan contohnya!

4.        Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!

5.        Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!

6.        Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya. (dalam satu kelas, hewan yang dikaji tidak boleh sama)!


























JAWABAN
1.      Pada umumnya konsep waktu suhu sangat penting artinya untuk memahami hubungan antara waktu dengan dinamika populasi hewan yang terjadi pada lingkungan. Konsep waktu suhu ini sangat berguna untuk kita lebih memahami dan mengetahui atau memprediksi kapan akan terjadinya peledakan populasi dan dengan adanya konsep waktu suhu ini kita bisa mengantisipasi tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Konsep waktu suhu ini sama halnya dengan suhu lingkungan yang terjadi pada saat ini tidak menentu. Suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap suhu tubuh hewan poikiloterm. Bahkan suhu lingkungan ini bisa menjadi faktor pembatas pada hewan. Suhu tubuh pada hewan memerlukan enzim-enzim yang membantu metabolisme di dalam tubuh. Suhu tidak hanya untuk laju aktivitas tetapi juga perpengaruh terhadap perkembangan dan petumbuhannya yang bisa mati atau bisa berkembang lebih cepat dari biasanya. Dari contoh yang disediakan yaitu peledakan perkembangan tumbuh ulat bulu pada pohon mangga tahun 2010. Pada analisis yang sudah ada dan diteliti lebih lanjut akan terlihat bahwa terjadinya peledakan populasi itu berdasarkan pada jumlah hari derajat yang sama di atas suhu ambang perkembangan jenis serangga tersebut (http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/hurv1336983739.pdf). Suhu sangat berperan terhadap lingkungan, terutama pohon mangga yang mungkin tumbuhnya bisa musiman sekarang bisa setahun 2-3kali berbuah. Curah hujan yang sulit diprediksi juga bisa berakibat pada pohon mangga daunnya bisa membusuk lebih cepat dan memunculkan organisme baru, seperti larva dan ulat. Bekas air hujan yang menggenang yang bercampur dengan daun mangga akan lebih susah dibersihkan dan bisa membusuk. Jadi konsep waktu dan suhu sudah berpengaruh di dalamnya pada predator yang seharusnya bisa memakan ulat bulu pada ekosistem rantai makanan akan lebih jarang ditemui karena musim hujan. Disini keseimbangan ekosistem tidak seimbang dalam rantai makanan. Dengan menggunakan konsep waktu suhu yang diwujudkan dalam bentuk jumlah hari derajat seperti contoh di atas, maka suatu fenomena akibat proses perkembangan seperti peledakan populasi. Dengan diketahui jumlah hari derajat perkembangan suatu jenis serangga hama, maka akan ditentukan lebih tepat kapan waktu dan teknik pemberantasan hama tersebut (Darmawan, Ekologi Hewan, UM).

2.      Pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka, hal ini merupakan konsep yang bergabung untuk lebih mengutamakan koefesien hewan yang akan dijadikan langka. Konsep kelimpahan pada dasarnya merupakan sebuah sensus, selain ada atau tidak adanya sesuatu makhluk yang dihubungkan dengan waktu dan dengan ruang, dapat juga dikaitkan dengan umur, jika umur makhluk dimungkinkan untuk ditentukan, selanjutnya jenis kelamiin, ukuran besarnya badan, dan dominasi. Informasi yang tersembunyi dalam populasi mungkin dapat ditunjukkan oleh analisis tersebut. Pada intensitas dapat diartikan sebagai kerapatan suatu spesies pada suatu ruang/ wilayah tertentu Sedangkan prevalensi yaitu frekuensi kehadiran suatu organisme pada wilayah/ ruang dan waktu tertentu. Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi dapat lebih sering dijumpai, sebab daerah penyebarannya luas. Berbeda halnya dengan suatu spesies yang prevalensinya rendah, karena daerah penyebarannya sempit hanya dijumpai pada tempat-tempat tertentu saja. Prevalensi artinya adalah tentang cacah dan besarnya daerah yang didiami oleh makhluk yang dimaksudkan di dalam kawasan secara keseluruhan. Setiap populasi apabila telah mencapai tingkat kepadatan, kerapatan tertentu, dan dengan keterbatasan daya dukung lingkungan, akan cenderung mengalami penyebaran. Disperse tempat yang baru populasi akan menempati, beradaptasi, dan membentuk keseimbangan yang baru kembali. Dalam melakukan penyebaran, populasi cenderung membentuk kelompok-kelompok dari ukuran tertentu. Beberapa tipe penyebarannya adalah seragam, acak, dan acak berkelompok. Fekunditas secara umum berarti kemampuan untuk bereproduksi, atau kinerja potensial (kapasitas fisik) suatu populasi. Dalam biologi, fekunditas adalah laju reproduksi aktual suatu organisme atau populasi yang diukur berdasarkan jumlah gamet, biji, ataupun propagula aseksual. Pada kelulushidupan hewan langka Ketahanan hidup merupakan suatu faktor penting dalam perubahan ukuran populasi seiring dengan berjalannya waktu. Kelulushidupan disebut juga dengan istilah kohort, yaitu suatu kelompok individu dengan umur yang sama, dari lahir sampai mereka mati. Untuk memeplajari kelulusahidupan suatu organisme, para ahli telah mengembangakn suatu model yang dukenal dengan kurva ketahanan hidup.

3.      Disini aplikasi konsep interaksi populasi merupakan konsep timbal balik terhadap komponennya. Pada interaksi parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bila salah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes atau inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya, contoh : Plasmodium dengan manusia, Taenia saginata  dengan sapi, dan benalu dengan pohon inangnya. Pada interaksi parasitoidisme merupakan suatu timbal balik yang dilakukan oleh hewan yang belum dewasa berkembang pada atau di dalam tubuh inang (biasanya serangga juga). Parasitoid mempunyai karakteristik pemangsa karena membunuh inangnya dan seperti parasit karena hanya membutuhkan satu inang untuk tumbuh, berkembang, dan bermetamorfosis. Parasitoid dianggap lebih baik daripada pemangsa sebagai agen pengendali hayati. Analisis terhadap introduksi musuh alami ke Amerika serikat menunjukkan bahwa keberhasilan penggunaan parasitoid dalam pengendalian hayati mencapai dua kali lebih besar daripada pemangsa ( http://staff.blog.ui.ac.id/devita/books/).

4.      Sikap dan karakter siswa untuk lebih memahami konsep ekologi hewan sangatlah bermacam-macam dan berbeda tingkat keingintahuannya. Konsep ilmu ekologi dasarnya ekologi hewan sudah diversivikasi dengan lahirnya cabang-cabang ilmu ekologi lainnya yang lebih spesifik, dengan materi terbatas, khusus dan mendalam yang didasarkan pada kelompok organisme, misalnya ; ekologi tumbuhan, ekologi hewan, ekologi parasit, ekologi gulma, ekologi serangga, ekologi burung, dll. Pada ekologi hewan sendiri bisa mengajarkan mahasiswa sendiri tentang berbagai hal tentang hewan yang bisa dikaitkan dengan matematika dan statistika. Konsep asas atau generalisasi ekologi hewan sudah memberikan nilai-nilai terapan yang cukup dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan, dan pengolahan maupun konservasi satwa liar (khususnya hewan langka). Penerapan ekologi hewan juga sangat penting dengan adanya manusia yang bisa mengupayakan untuk memelihara ketersediaan sumber daya serta kualitas lingkungan hidup yang berkesinambungan.

5.      Hewan yang akan di monitoring yaitu burung jalak bali (Leucopsar rothscildi). Jalak bali (Leucopsar rothscildi) sebagai satwa langka yang merupakan salah satu makhluk tersisa penghuni bumi, saat ini secara hidupan liar populasinya berada pada kondisi menghawatirkan, keberadaannya cenderung mengarah pada situasi terancam bahaya punah. Data terakhir pada Desember 2006 populasi dialam liar tercatat hanya tersisa sebanyak 6 ekor. Padahal mahkluk yang satu ini memperoleh perhatian cukup serius dari pemerintah Republik Indonesia, yaitu dengan ditetapkannya makhluk tersebut sebagai satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. dalam konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of  Wild Fauna and Flora) Jalak Bali terdaftar pada Apendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan, Bertitik dari permasalahan tersebut di atas  langkah yang ditempuh didalam merespon pentingnya mempertahankan keberadaan hidupan liar Jalak Bali dari ancaman bahaya punah, maka pihak Taman Nasional Bali Barat memandang perlu untuk menyikapi melalui kegiatan nyata konstruktif agar populasi yang sedang terpuruk tersebut dapat pulih kembali. Aksi alternatif terpilih yang ditempuh adalah dengan cara meliarkan kembali secara bertahap sub populasi buatan ke habitatnya. Dengan demikian pengadaan individu sebagai cikal bakal lepas-liar menjadi sangat prioritas dan merupakan bagian terpenting tidak terpisahkan dari keseluruhan konsep program pemulihan populasi liar, yaitu melalui penyelenggaraan kegiatan penangkaran yang dikelola secara intensif dan profesional. Prinsip penangkaran yang akan dilakukan yakni ::
  1. Mengupayakan jenis-jenis langka menjadi tidak langka, dan pemanfaatannya berazaskan kelestarian.
  2. Upaya pelestarian jenis perlu dilakukan di dalam kawasan konservasi maupun di luar habitat alaminya. Diluar habitat alami berbentuk penangkaran, baik di Kebun Binatang maupun lokasi lainnya yang ditangani secara intensif.
  3. Peliaran kembali satwa hasil penangkaran ke habitat alaminya ditunjukan untuk meningkatkan populasi sesuai dengan daya dukung habitatnya tanpa mengakibatkan adanya polusi genetik ataupun sifat-sifat yang menyimpang dari aslinya.
Pemanfaatannya untuk monitoring manfaat relung bagi aktivitas konservasi adalah agar kita dapat mengetahui Relung ekologi suatu hewan ( individu, populasi)  status fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya sehubungan dengan adaptasi-adaptasi fisiologi, structural dan pola prilakunya.Pre release Release,Monitoring Pasca release.
A. Pembiakan
Pengkayaan individu melalui pembiakan secara penangkaran adalah merupakan aktifitas kegiatan prioritas terdepan dari seluruh mata rantai kegiatan yang dicanangkan, karena produktifitas anakan yang dihasilkannya secara keseluruhan diperuntukan guna mendukung pemulihan populasi liar di habitatnya. Distribusi anakan pada setiap tahunnya diatur untuk memenuhi tiga kepentingan, yaitu satu bagian dipersiapkan sebagai cikal bakal lepas liar pada tahun berjalan, satu bagian diperuntukan sebagai calon induk, dan satu bagian lagi dicalonkan untuk lepas liar pada tahun berikutnya setelah masing-masing mencapai usia dewasa kelamin.
B. Peningkatan produktifitas biak
Untuk memperoleh individu baru dari hasil pembiakan sesuai dengan target yang direncanakan, maka setiap periode tahunnya secara kuantitas dilakukan upaya-upaya antara lain melalui penciptaan pasangan induk baru baik dari anakan yang telah mencapai usia dewasa kelamin, maupun induk yang diperoleh secara transfer dari pihak-pihak lembaga pemerhati konservasi.
C. Pendataan silsilah keturunan
Untuk memperoleh kualitas keturunan yang lebih baik maka setiap individu yang dipasangkan untuk dijadikan induk dipastikan bahwa individu tersebut telah diketahui terlebih dahulu alur sejarah silsilahnya berdasarkan catatan stoot book.
D. Pengelolaan induk
Pada saat pasangan induk memasuki masa istirahat dan tidak melakukan produktivitas biaknya, maka diperlukan perlakuan-perlakuan agar induk tersebut tetap optimal melakukan aktifitas biaknya.dengan dilakukan monitoring secara terus menerus sampai pasangan tersebut menunjukan perilaku yang mengarah pada kecenderungan berbiak.
6.  Manfaat relung bagi aktivitas konservasi sangatlah penting, di alam mempunyai hewan liar yang berbeda dari manusia. Hewan dan tumbuhan tidak dapat mengambil pilihan untuk mengubah cara hidupnya. Jika satu saja kebutuhan relung hewan tersebut terganggu atau tidak terpenuhi walaupun kelihatan baik-baik saja, kemungkinan akan mengancam jenis hewan itu untuk bertahan hidup dan bahkan bisa menjadi bahaya yaitu kepunahan. Relung adalah totalitas dari fungsi-fungsi spesies dalam ekosistem, dan tidak saja mencakup habitatnya,tapi keseluruhan cara hidupnya. Didalam konservasi terdapat ;
·       Karakteristik, keaslian atau keunikan ekosistem (hutan hujan tropis/'tropical rain forest' yang meliputi pegunungan, dataran rendah, rawa gambut, pantai)
·       Habitat penting/ruang hidup bagi satu atau beberapa spesies (flora dan fauna) khusus: endemik (hanya terdapat di suatu tempat di seluruh muka bumi), langka, atau terancam punah (seperti harimau, orangutan, badak, gajah, beberapa jenis burung seperti elang garuda/elang jawa, serta beberapa jenis tumbuhan seperti ramin). Jenis-jenis ini biasanya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
·       Tempat yang memiliki keanekaragaman plasma nutfah alami.
·       Lansekap (bentang alam) atau ciri geofisik yang bernilai estetik/scientik.
·       Fungsi perlindungan hidro-orologi: tanah, air, dan iklim global.
·       Pengusahaan wisata alam yang alami (danau, pantai, keberadaan satwa liar yang menarik).
Contoh hewan burung Maleo (Macrocephalon maleo)
Burung Maleo yang dalam nama ilmiahnya Macrocephalon maleo adalah sejenis burung yang berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm. Burung Maleo adalah satwa endemik Sulawesi, artinya hanya bisa ditemukan hidup dan berkembang di Pulau Sulawesi, Indonesia. Burung maleo ini sangat berbeda dengan burung yang langka lainnya dikarenakan struktur tubuh, habitat, dan tingkah lakunya yang sangat setia dengan pasangannya. Burung Maleo (Macrocephalon maleo) memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa. Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan. satwa endemik yang unik ini semakin langka. Oleh IUCN, burung Maleo masuk dalam kategori “terancam punah”. CITES juga memasukkan binatang khas Sulawesi Tengah ini dalam kategori Appendix I. (www.maleo.wordpress.com)
Habitatnya menghuni hutan di dataran rendah dan hutan perbukitan sampai ketinggian 1600 m. Di kawasan Barat Daya menghuni relung habitat yang sama dengan Maleo paruh-hitam, tetapi hanya Maleo kamur yang masih dapat ditemui di relung habitat yang lebih tinggi. Mengais seresah dedaunan di lantai hutan untuk mencari biji-bijian, buah, artropoda dan verteberata kecil. Ketika terganggu akan terbang dengan kepakan berat ke pepohonan. Burung dewasa tidak mengerami telur dan merawat anaknya. Telur diletakkan dalam lubang yang kemudian ditutup gundukan pasir, tanah dan seresah, atau telur diletakkan di liang dekat sumber panas bumi. Secara alami telur dierami oleh panas dan kelembaban yang tercipta dalam lubang. Anakan tumbuh dengan cepat dan mampu menjaga diri sendiri sampai dewasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar